Hari ini, 20 November, merupakan hari penting bagi gerakan
hak transgender. Setiap tanggal ini, dunia memperingatinya sebagai Transgender
Day of Remembrance (TDOR) atau Hari untuk Mengenang Transgender.
Berbeda dengan IDAHO (International Day Against Homophobia /
Hari Melawan Homofobia) yang memiliki awal menyenangkan, yaitu dihapusnya
homoseksual dari daftar gangguan jiwa –TDOR berawal dari kematian tragis yang
dialami oleh seorang transgender.
Tanggal 28 November 1998, Rita Hester, seorang transwoman keturunan
Afrika-Amerika yang tinggal di Boston, ditemukan terbunuh secara brutal di
apartemennya. Dadanya ditusuk 20 kali entah oleh siapa. Tidak ditemukan
tanda-tanda kejahatan bermotif harta. Satu-satunya motif yang tersisa adalah: hate crime atau kejahatan karena
kebencian. Tiga tahun sebelumnya (1995), juga terjadi pembunuhan serupa pada
traswoman di Boston. Komunitas transgender marah besar dan sangat berduka atas
kejadian ini, serta melaksanakan aksi protes besar-besaran. Kematian Rita
Hesler menjadi titik puncak kemarahan itu. Aksi jalanan kemudian berkembang
menjadi proyek online: “Remembering Our Dead (Mengenang Kematian Kami)”; lalu
berkembang lagi menjadi perayaan Transgender Day of Remembrance.
Kini, TDOR selalu diperingati demi menghormati setiap
transgender yang telah menjadi korban kekerasan: dari diskriminasi hingga
pembunuhan. Kasus kekerasan terhadap transgender biasanya didasari faktor
kebencian dan trans-fobia.
Negara kita Indonesia ternyata memiliki tingkat kekerasan terhadap
transgender yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian Arus Pelangi tahun
2011-2012, 87,4% transgender yang disurvey pernah mengalami kekerasan dalam
tiga tahun terakhir. Kekerasan itu berbentuk kekerasan psikis, fisik, budaya,
ekonomi, dan seksual. Pelaku kekerasan terhadap transgender ternyata juga lebih
banyak muncul dari orang tedekat, seperti anggota keluarga/kerabat dan teman. Informasi
lebih lengkap tentang data kekerasan ini bisa dibaca di buku “Menguak Stigma,
Kekerasan & Diskriminasi pada LGBT di Indonesia”, terbitan Arus Pelangi.
Masih segar di ingatan kita bahwa bulan lalu seorang
sahabat, Mayang Prasetyo, menjadi korban pembunuhan oleh pasangannya sendiri. Mayang
tidak sendir. Andai bisa dideretkan, daftar nama transgender Indonesia yang telah
menjadi korban pembunuhan jelas panjang sekali.
Jumlah dan jenis kekerasan yang tidak terlihat mata tentu
lebih panjang lagi, berlipat ganda. Mulai dari ejekan, bullying di sekolah, diusir
dari rumah, pengucilan di tempat kerja, tidak bisa mendapat layanan kesehatan
yang berkualitas, dan seterusnya dan seterusnya.
Dengan daftar panjang yang mengerikan itu, maka sudah
sepantasnya kita di Indonesia juga turut merayakan TDOR. Mengenang tragedi-tragedi
yang telah menimpa pendahulu kita hendaknya bisa memacu semangat kita untuk
berjuang, agar kekerasan itu tidak terulang lagi. Agar tidak ada martir-martir
baru, baik yang tercatat namanya maupun yang tidak.
Kita perlu berbangga, karena atas perjuangan para pendahulu
serta generasi muda transgender saat ini, TDOR di Indonesia tahun 2014 kini
mulai diperingati secara serius dan meluas. Tunggu liputan perayaannya, yaa.
Transhition sebagai blog yang menyuarakan cerita-cerita dan
informasi seputar transman juga berpartisipasi dalam perayaan TDOR 2014.
Kami sadar bahwa kebanyakan transman di Indonesia masih
berjuang untuk berdamai dengan dirinya sendiri dan mencari akses informasi
serta dukungan. Karena itu kami mengajak para transman dan allies untuk
mengirimkan foto beserta kata-kata penyemangat untuk disebarkan pada para
transman di luar sana. Belasan foto telah masuk. Semoga, melalui foto-foto yang
dikirim dengan cinta ini, teman-teman transman makin semangat dan tidak putus
asa dalam memperjuangkan dirinya. Kita tidak pernah sendirian, Kawan!
Terima kasih buat semua teman yang sudah mengirimkan foto
dan semangatnya. Bersama kalian, perjalanan berat ini terasa jauh lebih
menyenangkan.
Salam pup,
#abri dan #tama
#transhitionID
No comments:
Post a Comment