Sebulan Menjadi Transman di Hepuba, Papua

Heiho!

Tama is back!

Hehehehee…

Lama amat ga nongol, Tam. Ke mana aja sih?
Maafkeun saya ya gengs. Dua bulan belakangan emang padet banget buat saya. Ada beberapa tanggung jawab yang mesti diselesaikan sebelum saya berangkat ke Papua bulan lalu. Jadi bener-bener ga sempet nulis.

Jadi kamu ke Papua?
Iyow, saya ikut kegiatan Sekolah Remaja-nya Kampung Halaman, tepatnya di Hepuba, Distrik Asolokobal, deket Wamena.

Ngapain aja Tam di sana?
Intinya sih belajar bareng remaja dan pemuda setempat. Belajar tentang pemetaan desa gitu. Seru! Hahahahahaa… Sebagian hati saya masih ketinggalan di sana. *gloomy*

Wow. Remaja & pemuda? Mereka tau ga kalo kamu transman?
Well, awalnya sih ga tau. Di awal mereka emang nanya sih, saya ini cewek atau cowok. Ya saya jawab dengan tegas, saya cowok. Ga pake embel2 lain. Saya ga mau ambil resiko untuk coming out di tempat yg masih asing sekali buat saya, apalagi ada kerjaan yang mesti saya lakukan dengan baik di sana.

Trus di hari-hari terakhir, ada Asri, seorang teman yang baiiik sekali, yang punya ide buat nulis tentang penerimaan remaja di sana pada saya. Ide menarik. Saya juga penasaran. Persis di malam terakhir, dengan bantuan Asri, saya coming out pada beberapa teman. Hihihihii…

Trus, trus, gimana reaksi mereka??
Kasih tau ga yaaa? Hahahahaa…
Dua orang pertama yang tahu sumringah sekali. Vero langsung memeluk saya dan berterima kasih. Berkali-kali ia mengucap syukur pada Tuhan karena telah mempertemukan kami. Frengky, juga sangat senang. Kata Asri, Frengky jadi terpacu juga untuk mengenali dirinya sendiri. Bukan sekedar soal seksualitas saja, tapi yang lain-lain juga.

Dua orang berikutnya, Fikram dan Frans, belum berani mengungkapkan komentarnya langsung pada saya malam itu. Sepertinya masih bingung. Hihihihii…

Untuk cerita lengkapnya, kita tunggu tulisan Asri saja deh ;)
*eh, tulisan Asri sudah bisa dibaca di sini loh!*

Ada cerita lain terkait identitas gendermu selama bertugas di sana?

Sebelum berangkat, saya sudah tau bahwa masyarakat Asolokobal punya sistem pembedaan berdasarkan jenis kelamin dalam pembagian rumah adat (honai) mereka. Ada honai perang alias honai laki-laki, dan honai kesuburan alias honai perempuan alias oma.

Waktu datang ke sana, informasi tentu lebih lengkap. Honai, ternyata juga memngenal pembagian berdasarkan struktur adat. Selain ada honai laki-laki dan perempuan yang dimiliki keluarga biasa, ada juga honai adat. Honai adat adalah honai perang milik masyarakat adat, tempat menyimpan alat peperangan dan barang-barang adat lainnya. Haram sekali bagi perempuan untuk masuk ke honai adat, apalagi melihat barang yang mereka sucikan.

Minggu pertama, saya diundang Vero untuk main ke silimo (kompleks honai) keluarganya. Ternyata, honai keluarga Vero itu honai adat. Sampai di sana Bapa (ayah) langsung mengundang saya masuk ke honai perangnya, sementara Mama (ibu) mengundang teman2 perempuan masuk ke oma. Duh, mampus saya. “Iya, Bapa, silakan duluan, saya menyusul nanti,” jawab saya sambil cengar-cengir dan pura2 sibuk memotret pemandangan.

Tentu saja saya ingin sekali masuk. Tapi saya betul-betul harus pikir ulang. Ada sebuah keyakinan yang masih mereka hidupi: jika ada perempuan yang masuk honai adat dan melihat benda pusaka, baik yang melihat maupun keluarga penjaga honai adat bisa kena tulah dan sakit keras. Iya, memang, mereka menerima saya sebagai laki2. Tapi saya kan tidak tahu batasan laki2 dan perempuan dalam adat mereka itu bagaimana. Somehow, badan saya masih badan perempuan. Apalagi saya udah telat suntik hormon dua bulan dan sempat menstruasi beberapa hari sebelumnya (F*CK!!!!!).

Saya ga mau ada hal buruk terjadi pada keluarga ini. Itu saja.

Dengan sedih, saya memutuskan untuk tidak masuk ke honai adat.

Saat menyusul masuk ke oma, Vero dan Mama tanya, kenapa saya tidak gabung dengan Bapa di honai adat. Sambil tersenyum pahit saya jawab, “Saya kan setengah-setangah, Mama, jadi masuk sini saja.”

Tidak ikhlas rasanya mengucapkan ini. Yah, apa boleh buat.

Akhirnya kamu tidak pernah masuk ke honai laki-laki?
Masuk sih. Waktu itu saya sedang main ke rumah Bapa Ben, sedang ada acara penutupan masa duka dan pembagian noken. Bapa Ben mengundang saya masuk ke honainya. Karena ini honai laki2 biasa, bukan honai adat, saya tidak khawatir.

Ada pengalaman apalagi yang masih terkait dengan identitasmu sebagai transman?
Selama di sana, saya cukup akrab dengan para mama dan anak-anak kecil. Sempat juga saya jadi gurauan di antara anak-anak itu. Dalam bahasa lokal, mereka meneriaki saya, “Kamu laki2 atau perempuan?” Jika sedang memungkinkan, saya akan balik bertanya, “Menurut kamu apa?”

Begitu juga para mama, mereka sangat penasaran. Ditambah lagi saya mau bergabung dalam pembicaraan para mama saat mereka sedang kumpul. Tidak biasanya ada laki2 yang gabung dengan para mama begini. Lalu, kata mereka, saya lembut seperti perempuan. *hahahaha* Siska, salah satu pendamping lokal kami, menjelaskan pada para mama bahwa badan saya laki-laki tapi hati saya separuh perempuan. Saya cuma bisa ngakak. “Sepertinya Tuhan ciptakan saya setengah-setengah, Mama!” jelas saya asal-asalan. Para mama tertawa gembira mendengar ini, dan mengabarkannya pada mama-mama lain. Aih, aihhh… :D

Oya, di hari keempat atau kelima, ada peserta Sekolah Remaja yang baru bergabung, namanya Jemon. “Aih, ini nerop kah nayak?” tanyanya. Artinya, ini perempuan atau laki-laki? Benny, peserta lainnya, menjawab, “Ah, Kaka, ini jelas-jelas nayak! Lihat, tidak punya dada!” Sambil menjawab demikian, Benny menekan dada saya. Rasa syok saya sembunyikan dengan tawa kencang. Duh, untung pakai breast binder dua lapis!

Segitu dulu deh ceritanya. Saya masih ingin tinggal dengan mereka satu-dua minggu lagi, tapi saya mesti pulang untuk gabung di Transgender Day of Remembrance (TDOR) tahun ini.

Usai saya pulang kemarin, teman-teman langsung berkumpul dengan Asri dan Ence untuk tanya lebih banyak tentang saya. Tanggal 20 November besok, tepat di perayaan TDOR, mereka akan ikut merayakannya dengan menonton “Tales of Waria”. Asri, ditunggu ceritanya ya! ;)

Terima kasih, teman-teman Sekolah Remaja Hepuba. Terima kasih Asri. Terima kasih, Ence. Terima kasih mama dan bapa Asolokobal. Terima kasih Oyikk, my partner in crime bulan ini. Dan tentu saja terima kasih buat Kampung Halaman atas kesempatannya. Sungguh, setengah hati saya masih ada bersama kalian di sana.

keluarga Vero di kompleks honai adat mereka


Salam pup,
#Tama
#transhitionID

4 comments:

  1. Sebenarnya ada yang ingin kuceritakan malam itu,... namun tak sopan kiranya jika diketik disini. Aku menghargaimu dan menerimamu apa adanya, ko adalah teman pertamaku yang menjalani hal ini.
    Minta maaf kalau ada kalimat2 terlontar yg menyinggung hati ya? ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahahaaa... ayo kapan ngopi? harus ceritaaaa!!!

      Terima kasih, Nawak, hat sangat baik dan suportif. Sa juga bangga punya kawan macam hat. *toss*

      Delete
  2. Yee...mas tama. aq snang bisa ktemu kamu mas...akhirnya aq jdi tau bnyk dari mas. thnkx ya mas???!!

    ReplyDelete
  3. Yee...mas tama. aq snang bisa ktemu kamu mas...akhirnya aq jdi tau bnyk dari mas. thnkx ya mas???!!

    ReplyDelete

Pages